EDISI 19  
Januari - Maret 2000 

Menu Utama


Daftar Isi
Refleksi: Mainan yang ...
Memilih mainan yang ...
Perlukah Orangtua ...
Mainan Kesukaan Saya
Bagaimana menghargai ...
Kesehatan: Demam ...
Tanya-Jawab


Email
Email:
emailbox@cbn.net.id

Rubrik: Tanya-Jawab

Tanya:

pakah anak laki-laki di bawah 5 tahun diperbolehkan untuk bermain boneka atau masak-masakan? Atau anak perempuan bermain bola dan berantem-beranteman? Apakah hal ini mempengaruhi kejiwaan anak di kemudian hari? Bagaimana sikap kami selaku orangtua bila anak memilih mainan yang kurang sesuai dengan gendernya?

Jawab:

Kita hidup dalam suatu masyarakat yang seolah mengkotak-kotakkan pekerjaan dan aktivitas ke dalam kategori gender. Pekerjaan dokter adalah pekerjaan laki-laki. Perawat adalah wanita. Pekerjaan sebagai insinyur bangunan adalah pria. Merancang busana adalah pekerjaan wanita.

Tatkala kita melihat kenyataan dalam dunia pekerjaan, maka kita akan saksikan banyak hal yang tidak sesuai dengan pengkotakan gender ini. Koki terbaik mungkin seorang pria. Dokter yang banyak dicari orang karena kepiawaiannya mendeteksi dan mengobati penyakit mungkin adalah seorang wanita. Bahkan bila dibandingkan dengan negara lain, kategorisasi pekerjaan ini dapat terbalik-balik. Ada negara yang kebanyakan dokternya justru wanita dan perancang modenya adalah laki-laki.

Saya sendiri cenderung berpendapat bahwa tidak ada pembagian yang ekstrim mengenai boleh tidaknya suatu mainan dimainkan gender tertentu. Anak laki-laki perlu pula sekali-sekali melihat dan membantu ibunya di dapur atau mengambilkan susu buat adiknya yang masih bayi. Anak perempuan perlu belajar mengolah tubuhnya dengan misalnya bermain bola atau memanjat pohon, sehingga lebih terampil memanfaatkan anggota tubuhnya. Meskipun demikian, saya kurang setuju anak (baik laki-laki maupun perempuan) bermain berantem-beranteman karena hal ini lebih banyak ruginya dari pada untungnya. Anak yang berantem main-main acapkali jadi sungguhan dan terluka. Selain itu, perkelahian pura-pura ini juga dapat mengikis kepekaan perasaan dan membuat seorang anak kurang mampu menghayati penderitaan orang lain.

Saya kira yang kita perlu jaga adalah titik keseimbangan jenis permainan yang dimainkan anak. Untuk memperkirakan di manakah keseimbangan tercapai, kita perlu memperhatikan bahwa salah satu tujuan kita mendidik anak adalah mengajarkan mereka bagaimana mereka harus bertingkah laku sebagai anak laki-laki atau anak perempuan. Bila seorang laki-laki berlaku mirip dengan seorang wanita, maka ia akan menerima olokan dan menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Hal ini akan membuatnya menderita. Demikian pula, bila seorang wanita berlaku seperti laki-laki, ia akan dijauhi teman-teman wanitanya.

Keseimbangan yang saya maksudkan adalah bahwa sebagai seorang anak laki-laki, ia harus menerima latihan yang cukup untuk menjadi seorang pemimpin. Paling sedikit seorang laki-laki harus dapat menjadi kepala keluarganya sendiri. Sedangkan seorang wanita perlu memiliki kelembutan yang mampu membekalinya merawat dan mengasuh anaknya.

Bagaimana bila anak laki-laki bermain boneka atau anak perempuan bermain tembak-tembakan? Sekali waktu biarkanlah mereka bermain seperti itu. Namun sebaiknya kita tidak secara sengaja membelikan anak laki-laki boneka dan anak perempuan mainan robot. Kita perlu mengalihkan perhatian mereka dan mengarahkannya lebih banyak ke permainan yang lebih sesuai untuk peran gender yang harus mereka mainkan kelak. Anak laki-laki perlu keterampilan yang lebih menuntut kekuatan fisik, keberanian untuk melindungi, dan ketajaman berpikir serta menyusun strategi. Anak perempuan perlu latihan untuk sabar dan tidak jijik melakukan pekerjaan pemeliharaan dan perawatan.

Salah satu cara yang dapat orangtua lakukan dalam mengarahkan anak adalah dengan tidak terlalu banyak menaruh perhatian dan minat saat anak bermain sesuatu yang tidak terlalu mendukung peran gendernya kelak. Sebaliknya, berikan pujian, perhatian, dan arahan secukupnya tatkala anak memainkan sesuatu yang mendukung peran gendernya kelak. Ayah terutama perlu meluangkan waktu bermain dengan anak laki-lakinya. Ibu dengan putrinya.

Saya mengerti bahwa salah satu kekuatiran orangtua adalah bahwa anaknya akan menjadi banci atau penderita homoseks kelak. Keadaan demikian akan kecil kemungkinan terjadinya bila suami-isteri mempunyai kehidupan yang harmonis dan menjalankan fungsi sebagai orangtua dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Ada sebuah contoh indah dalam Alkitab yang patut kita pikirkan. Yakub adalah orang yang tenang dan lebih suka tinggal di rumah. Ia suka memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Berbeda dengan Esau yang "macho" menurut ukuran jaman sekarang. Tetapi lihatlah, Tuhan mengasihi Yakub, karena Yakub mengejar terus dan tidak melepaskan berkat Allah.Yakub tidak kehilangan maskulinitasnya karena lebih suka diam di rumah. Di sisi lain, Yakub dikasihi Allah karena ia menghargai dan beribadah kepada Allah. Tatkala memikirkan peran gender, hendaknya kita tidak melupakan yang lebih utama dalam pendidikan anak: yakni rasa takut dan hormat kepada Allah.

Dijawab oleh:
Heman Elia